Citrahukum.com| Pringsewu – Di tengah gembar-gembor pembangunan dan janji manis pemerintah daerah, warga Pekon Wonosari, Kecamatan Gadingrejo, justru harus bertaruh nyawa setiap hari saat melintasi Jalan Ki Hajar Dewantara. Akses vital menuju SMA Negeri 2 Gadingrejo dan Makam Gunung Jati itu kini berubah menjadi “jalur maut” yang seolah luput atau sengaja diabaikan dari perhatian pemerintah.(14/04/2025)
Di lapangan, tim media menyaksikan langsung kondisi yang tidak hanya memprihatinkan, tapi sudah masuk kategori membahayakan. Lubang besar menganga tepat di atas saluran air tanpa satu pun pagar pengaman. Lebarnya lebih dari satu meter—cukup untuk menelan sepeda motor yang lewat tanpa awas. Di sisi jalan, tidak ada talud penahan. Aspal mengelupas, tanah tergerus, dan tak ada penerangan jalan sama sekali. Malam hari, jalur ini berubah menjadi perangkap mematikan.
Ironisnya, jalur ini setiap hari dilalui oleh pelajar, peziarah, dan warga umum. Namun, keluhan masyarakat seperti hanya menjadi angin lalu. Tidak ada tindakan nyata, tidak dari Pemerintah Pekon Wonosari, tidak pula dari Dinas PUPR Kabupaten Pringsewu. Diamnya para pemangku kepentingan ini memunculkan satu pertanyaan keras dari masyarakat:
Apakah pemerintah benar-benar peduli, atau hanya bergerak kalau sudah ada korban?
Ketua LBH PWRI Pringsewu, Dewan Jaya, S.H., menanggapi keras situasi ini.
“Jangan tunggu sampai ada darah yang tumpah di jalan baru pemerintah terbangun dari tidurnya. Ini bentuk kelalaian yang tidak bisa dibenarkan. Akses jalan vital seperti ini mestinya jadi prioritas utama. Kalau dibiarkan begini terus, ini bukan sekadar abai, ini penghinaan terhadap keselamatan publik.” ucapnya.
Dewan Jaya juga menyoroti mutu pembangunan di lokasi tersebut yang terindikasi kuat tidak memenuhi standar teknis.
“Spek pekerjaan jembatan di atas saluran itu patut dipertanyakan. Tidak ada pagar pengaman, talud pun nihil. Apakah ini hasil proyek dengan perencanaan matang atau sekadar asal jadi untuk menghabiskan anggaran? Jika memang ada dana yang sudah dikucurkan, ini harus diaudit. Kami di LBH siap mengawal jika masyarakat ingin melangkah secara hukum.”
Kritik tajam dilayangkan kepada Dinas PUPR Kabupaten Pringsewu, yang menurut Dewan Jaya telah gagal menjalankan fungsi utamanya.
“Dinas PUPR seharusnya tidak hanya duduk nyaman di balik meja sambil menunggu laporan tertulis. Mereka harusnya turun ke lapangan, melihat dan merasakan langsung apa yang dialami masyarakat. Kalau jalan vital yang rusak parah seperti ini saja tidak menjadi perhatian, lantas untuk apa mereka ada? Kalau tidak mampu, mundur adalah sikap terhormat.” pungkasnya.
Lebih menyedihkan lagi, kondisi di area makam Gunung Jati yang seharusnya menjadi tempat khidmat justru dibiarkan tanpa penerangan sama sekali. Seolah, tanggung jawab pemerintah pekon pun ikut menghilang bersamaan dengan matinya lampu.
Sampai berita ini diterbitkan, tidak ada klarifikasi maupun jawaban resmi dari Pemerintah Pekon Wonosari maupun Dinas PUPR Kabupaten Pringsewu. Dan lubang-lubang maut itu—seperti biasa—masih setia menunggu mangsanya.
(Red)